Siska, Mind Map, and Architect
Sabtu ini adalah 11 Maret. Sejarawan memperingati hari ini sebagai Supersemar. Kalau mau berpikir iseng, mungkin sengaja dibuat jadi 11 Maret supaya namanya jadi keren. Kalo 12 Maret kan jadinya Superdumar. Hahaha, ga penting banget sih gue. Kembali ke tanggal 11 Maret, pagi ini gue mengawali hari dengan bangun tidur yang agak dipaksakan karena 11 Maret ini harus efektif dengan segudang rencana. Setelah bangun dan beberes rumah sebentar, datanglah teman kuliah gue yang dengan baik hatinya meminjamkan carrier bag-nya untuk gue dan yang lebih kerennya lagi, selain pinjamannya gratis, diantar langsung ke rumah. Thanks a lot, my friend! ;) Semoga lancar dengan kariernya yang baru di Negeri Bollywood kelak. Ya, just for your info, teman gue sang pemilik carrier ini dalam waktu dekat akan melanjutkan career-nya di India.
Carrier bag sudah diterima dan 1 checklist gue untuk Peucang Trip akhir bulan ini terpenuhi, dari sekian banyak list yang belum terpenuhi. Haha, take it easy Lel!
Acara kedua hari ini setelah serah terima carrier bag adalah menghadiri pernikahan salah satu temen SMP gue, which named Khairun Nisa. Sudah sejak undangannya rilis, gue dan teman-teman sekelas waktu SMP dulu sengaja mem-book hari ini untuk datang di acara Nisa's wed. Setelah mengajak si ini dan si itu, akhirnya disimpulkan bahwa gue akan berangkat bareng Siska Setya and her family. Siska pergi bersama Bapak-Ibu dan tetangganya yang ternyata masih kolega dari ibunya Nisa. Melihat Bapak dan Ibu dari Siska, seperti melihat keluarga gue. Keluarga dengan 2 orang anak perempuan yang berkuliah di jurusan yang sama, yaitu Kimia. Sepanjang menunggu kedua pengantin masuk ke ruangan resepsi, gue dan Siska sharing tentang banyak hal. Tentang kuliah, kerjaan, dan tentunya tentang pertanyaan klasik "kapan nyusul". Lama ga ketemu Siska, ada sesuatu yang gue kagumi dan bikin gue sedikit iri dengan Siska. Kita memang dulu sering bersaing dalam masalah akademik, walaupun gue akui, Siska orang yang lebih rajin dari gue. Hehe. Gue iri karena Siska seorang guru. Bagi gue, profesi pengajar adalah profesi paling ideal untuk seorang wanita pada saat sudah berkeluarga kelak. Dan Siska sudah merintisnya sejak lulus kuliah di UPI 4 tahun lalu. Gue bangga menjadi teman seorang Siska. Yang lebih gue syukuri dari bertemu seorang Siska adalah suggestion-nya tentang sesuatu hal, yang ga bakal gue ceritakan detail disini. Terima kasih untuk sarannya, Siska. Hope we can share much more than today :)
Masih tentang Nikahan Nisa. Gue baru sadar, ternyata Nisa itu orang Padang. Hehe, kemane aja gue? :P Seperti momen-momen pernikahan yang lain, wedding day menjadi ajang reunian dengan teman-teman yang lain. Ada yang unik hari ini. Unik karena gue melihat sesorang yang udah lama gak gue liat. Seorang alumni SMP yang sama dengan gue, dengan muka yang gue kenal jelas, karena ga jauh berubah dari zaman SMP dulu. Orang yang pernah gue kagumi entah karena apanya. Haha, betapa anehnya. Dan sampai saat ini pun dia masih memancarkan kharismanya, dan masih tetap pemalu. Hahaha. Sukses selalulah buat kamu ;) I know you see me and vice versa.
Selesai dari Nikahan Nisa, rencana gue selanjutnya sebenernya pengen hunting kamera di BEC, tapi gak tau kenapa jadinya males banget. Akhirnya berlabuhlah gue di IP, selain karena gak terlalu jauh dari rumah, memang ada sesuatu yang perlu gue beli di IP, dengan harapan bisa hunting kamera juga disana. Setelah cari-cari toko kamera dan ga ada yang menarik, akhirnya Gramedia menarik gue untuk masuk dan melihat-lihat. Emang godaan untuk beli buku tiada duanya. Haha. Awalnya gue mau beli Ganti Hati-nya Dahlan Iskan, tapi biasanya kalau un-planned momen gitu akhirnya malah jadi tertarik dengan buku lain yang bener-bener ga sejenis. Akhirnya hati dan pikiran gue tertarik ke suatu buku berjudul Mind Map (Tony Buzan). Menarik karena setelah baca sekilas, sepertinya buku ini yang gue butuhin, untuk membantu gue fokus pada apa yang gue kerjakan, terutama untuk perkerjaan yang multitasking. Mind mapping is just like being an architect for your brain. Exciting, right? :)
Akhirnya gue memutuskan untuk memiliki buku Mind Map walaupun buku yang tersisa di display tinggal 2 dan sudah tidak bersampul. Ah, yang penting kan isinya :)
Setelah sightseeing dan ngerasa udah ga ada yang menarik lagi, akhirnya gue pulang. Di angkot, tiba-tiba menyimak perbincangan 2 orang mahasiswi, yang akhirnya gue tau mereka adalah anak Arsitek Unpar. Ada perbincangan mereka yang membicarakan perbandingan antara Arsitek Unpar dan ITB.
"Kalo anak UNPAR itu style-nya minimalis, kalo ITB itu royal".
"Kalo anak UNPAR itu lebih mengutamakan fungsionalitas, kalo ITB itu lebih ke modelnya".
"Kalo anak UNPAR cocok bikin bangunan di Jepang, kalo anak ITB cocok buat Amerika".
Hahaha, Arsitek. Cita-cita dan obsesi gue dari sejak SD, yang belum kesampean sampe sekarang. Walaupun begitu, gue tetap mengagumi bidang Arsitektur. Arsitek itu unik, menarik, dan menyenangkan. Bisa-bisanya gue bilang gini, padahal gue ga pernah belajar Arsitektur. Mungkin gara-gara obsesi terpendam gue ini, kelak salah satu anak gue akan gue doktrin untuk jadi Arsitek. Haha, apa sih gue. Ngomong-ngomong arsitek, gue jadi membuat sebuah hyperlink dengan buku yang baru aja gue beli hari ini, si buku Mind Map tadi. Dengan belajar mempraktikkan Mind Map setidaknya gue bisa belajar Arsitektur walaupun bukan untuk bangunan, tapi untuk otak gue. Still, exciting :)
"Temen gue ada yang ga dilulusin sidangnya (cuma) gara-gara menurut dosennya ada 'kolom' yang kurang, padahal sebenernya menurut gue itu masih acceptable dan dia pun bisa ngejelasin dengan masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan."
Itu cuplikan kalimat dari salah satu mahasiswi yang seangkot sama gue tadi.
Dilanjutkan dengan tanggapan temannya yang lain, seperti ini:
"Kalo gue sih ambil positifnya aja. Justru harusnya dia bersyukur karena dari awal, sebelum dia turun ke dunia kerja beneran, udah dapet input yang bagus dari dosennya. Karena desain kita itu kan harus bisa dipertanggungjawabkan. Dengan dapet masukan dari dosen, nantinya pada saat dia ngehadepin klien jadinya udah lebih aware. Dengan dinobatkannya jurusan Arsi Unpar sebagai yang terbaik se-Asia Tenggara, menurut gue sih wajar kalo banyak dosen kita yang kayak gitu. Justru itu yang ngebuktiin bahwa kita emang yang terbaik di Asia Tenggara. Kalo gak gitu, ya namanya kita cuma ngabis-ngabisin duit doang".
Damn! It's true.
Gue suka banget kalimat itu. Entah kenapa, itu terngiang-ngiang terus di kepala gue. No pain, no gain, right?
Pelajaran berharga buat gue sepanjang hari ini: my share with Siska, Mind Map book, and an insight from architect students.
Carrier bag sudah diterima dan 1 checklist gue untuk Peucang Trip akhir bulan ini terpenuhi, dari sekian banyak list yang belum terpenuhi. Haha, take it easy Lel!
Acara kedua hari ini setelah serah terima carrier bag adalah menghadiri pernikahan salah satu temen SMP gue, which named Khairun Nisa. Sudah sejak undangannya rilis, gue dan teman-teman sekelas waktu SMP dulu sengaja mem-book hari ini untuk datang di acara Nisa's wed. Setelah mengajak si ini dan si itu, akhirnya disimpulkan bahwa gue akan berangkat bareng Siska Setya and her family. Siska pergi bersama Bapak-Ibu dan tetangganya yang ternyata masih kolega dari ibunya Nisa. Melihat Bapak dan Ibu dari Siska, seperti melihat keluarga gue. Keluarga dengan 2 orang anak perempuan yang berkuliah di jurusan yang sama, yaitu Kimia. Sepanjang menunggu kedua pengantin masuk ke ruangan resepsi, gue dan Siska sharing tentang banyak hal. Tentang kuliah, kerjaan, dan tentunya tentang pertanyaan klasik "kapan nyusul". Lama ga ketemu Siska, ada sesuatu yang gue kagumi dan bikin gue sedikit iri dengan Siska. Kita memang dulu sering bersaing dalam masalah akademik, walaupun gue akui, Siska orang yang lebih rajin dari gue. Hehe. Gue iri karena Siska seorang guru. Bagi gue, profesi pengajar adalah profesi paling ideal untuk seorang wanita pada saat sudah berkeluarga kelak. Dan Siska sudah merintisnya sejak lulus kuliah di UPI 4 tahun lalu. Gue bangga menjadi teman seorang Siska. Yang lebih gue syukuri dari bertemu seorang Siska adalah suggestion-nya tentang sesuatu hal, yang ga bakal gue ceritakan detail disini. Terima kasih untuk sarannya, Siska. Hope we can share much more than today :)
Masih tentang Nikahan Nisa. Gue baru sadar, ternyata Nisa itu orang Padang. Hehe, kemane aja gue? :P Seperti momen-momen pernikahan yang lain, wedding day menjadi ajang reunian dengan teman-teman yang lain. Ada yang unik hari ini. Unik karena gue melihat sesorang yang udah lama gak gue liat. Seorang alumni SMP yang sama dengan gue, dengan muka yang gue kenal jelas, karena ga jauh berubah dari zaman SMP dulu. Orang yang pernah gue kagumi entah karena apanya. Haha, betapa anehnya. Dan sampai saat ini pun dia masih memancarkan kharismanya, dan masih tetap pemalu. Hahaha. Sukses selalulah buat kamu ;) I know you see me and vice versa.
Selesai dari Nikahan Nisa, rencana gue selanjutnya sebenernya pengen hunting kamera di BEC, tapi gak tau kenapa jadinya males banget. Akhirnya berlabuhlah gue di IP, selain karena gak terlalu jauh dari rumah, memang ada sesuatu yang perlu gue beli di IP, dengan harapan bisa hunting kamera juga disana. Setelah cari-cari toko kamera dan ga ada yang menarik, akhirnya Gramedia menarik gue untuk masuk dan melihat-lihat. Emang godaan untuk beli buku tiada duanya. Haha. Awalnya gue mau beli Ganti Hati-nya Dahlan Iskan, tapi biasanya kalau un-planned momen gitu akhirnya malah jadi tertarik dengan buku lain yang bener-bener ga sejenis. Akhirnya hati dan pikiran gue tertarik ke suatu buku berjudul Mind Map (Tony Buzan). Menarik karena setelah baca sekilas, sepertinya buku ini yang gue butuhin, untuk membantu gue fokus pada apa yang gue kerjakan, terutama untuk perkerjaan yang multitasking. Mind mapping is just like being an architect for your brain. Exciting, right? :)
Akhirnya gue memutuskan untuk memiliki buku Mind Map walaupun buku yang tersisa di display tinggal 2 dan sudah tidak bersampul. Ah, yang penting kan isinya :)
Setelah sightseeing dan ngerasa udah ga ada yang menarik lagi, akhirnya gue pulang. Di angkot, tiba-tiba menyimak perbincangan 2 orang mahasiswi, yang akhirnya gue tau mereka adalah anak Arsitek Unpar. Ada perbincangan mereka yang membicarakan perbandingan antara Arsitek Unpar dan ITB.
"Kalo anak UNPAR itu style-nya minimalis, kalo ITB itu royal".
"Kalo anak UNPAR itu lebih mengutamakan fungsionalitas, kalo ITB itu lebih ke modelnya".
"Kalo anak UNPAR cocok bikin bangunan di Jepang, kalo anak ITB cocok buat Amerika".
Hahaha, Arsitek. Cita-cita dan obsesi gue dari sejak SD, yang belum kesampean sampe sekarang. Walaupun begitu, gue tetap mengagumi bidang Arsitektur. Arsitek itu unik, menarik, dan menyenangkan. Bisa-bisanya gue bilang gini, padahal gue ga pernah belajar Arsitektur. Mungkin gara-gara obsesi terpendam gue ini, kelak salah satu anak gue akan gue doktrin untuk jadi Arsitek. Haha, apa sih gue. Ngomong-ngomong arsitek, gue jadi membuat sebuah hyperlink dengan buku yang baru aja gue beli hari ini, si buku Mind Map tadi. Dengan belajar mempraktikkan Mind Map setidaknya gue bisa belajar Arsitektur walaupun bukan untuk bangunan, tapi untuk otak gue. Still, exciting :)
"Temen gue ada yang ga dilulusin sidangnya (cuma) gara-gara menurut dosennya ada 'kolom' yang kurang, padahal sebenernya menurut gue itu masih acceptable dan dia pun bisa ngejelasin dengan masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan."
Itu cuplikan kalimat dari salah satu mahasiswi yang seangkot sama gue tadi.
Dilanjutkan dengan tanggapan temannya yang lain, seperti ini:
"Kalo gue sih ambil positifnya aja. Justru harusnya dia bersyukur karena dari awal, sebelum dia turun ke dunia kerja beneran, udah dapet input yang bagus dari dosennya. Karena desain kita itu kan harus bisa dipertanggungjawabkan. Dengan dapet masukan dari dosen, nantinya pada saat dia ngehadepin klien jadinya udah lebih aware. Dengan dinobatkannya jurusan Arsi Unpar sebagai yang terbaik se-Asia Tenggara, menurut gue sih wajar kalo banyak dosen kita yang kayak gitu. Justru itu yang ngebuktiin bahwa kita emang yang terbaik di Asia Tenggara. Kalo gak gitu, ya namanya kita cuma ngabis-ngabisin duit doang".
Damn! It's true.
Gue suka banget kalimat itu. Entah kenapa, itu terngiang-ngiang terus di kepala gue. No pain, no gain, right?
Pelajaran berharga buat gue sepanjang hari ini: my share with Siska, Mind Map book, and an insight from architect students.
Komentar