from engineer to teacher

Saya gatau kenapa, keinginan saya untuk menjadi seorang pengajar justru tercapai disini, di tempat saya bekerja. Berawal dari datangnya sebuah email dari sang superior bahwa saya dan teman saya, seorang engineer, diberi amanah untuk menjadi teacher atau trainer bagi new member untuk suatu proses. Mulanya bingung karena kami merasa tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk menjadi trainer yang notabene seharusnya memiliki pengetahuan, pengalaman, dan jam terbang yang tinggi dalam hal yang akan kami ajarkan kepada sang murid/trainees. Menanggapi email tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk tidak dahulu mempermasalahkan hambatan-hambatan yang ada, tapi merumuskan dan membuat rencana persiapan training itu. Ternyata, banyak hal dari berbagai sisi yang harus kami pertimbangkan. Satu hal utama yang kami perlukan adalah justru training for trainersnya dulu, karena tidak akan mungkin kami mentraining jika kami pun tidak memiliki ilmu dan pengalamannya. Schedule untuk training for trainers, kurikulum training, tools dan equipments yang dibutuhkan, sampel produk, dll kami siapkan di awal. Kompleks ya ternyata. Lebih karena banyak hal yang harus kami lakukan secara paralel dan dalam waktu yang singkat. Training for trainers pun kami persingkat waktunya karena new membernya udah keburu masuk. Shock juga sih awalnya karena jumlah aktual member yang datang melebihi jumlah yang kami rencanakan, yang ternyata baru kami ketahui "kenapanya" sekitar beberapa hari sebelum mereka masuk. Yah begitulah, itu seputar kebingungan dan kompleksnya permasalahan saat persiapan.

Dan akhirnya, dimulailah training itu.
Memang tidak sedikit hambatan yang kami temui, baik dari sudut teknis maupun non teknis. Namun, bukan itu yang ingin lebih saya ceritakan disini. Tapi tentang traineenya itu sendiri. Ada hal yang beda saat saya memiliki anak didik. Sebagai seorang pengajar, ada rasa dan keinginan yang besar untuk membuat mereka memiliki kemampuan dan attitude yang baik dalam bekerja. Kan kalo mereka OK, trainernya juga ikut kebawa baik namanya. Hehehehe,, "Duh, hebat banget ya,, sapa sih yang ngajarin?" :P :P :P Ngarep banget dah.. Gapapalah, yang penting saya masih optimis walaupun dengan metode minimalis. Saya senang bisa mengenal 16 orang itu. Dari pengalaman ini, saya benar-benar bisa merasakan bagaimana tantangan seorang HRD dalam menghadapi SDM, dimanapun mereka berada. Ada suatu tantangan tersendiri saat harus menyikapi orang-orang dengan karakter yang berbeda. Ada yang lucu, ada yang nyebelin, ada yang childish, ada yang asik, ada yang dewasa, ada yang cerewet, dan ada yang polos banget :) Bener-bener menyenangkan bisa mengenal mereka, terlebih saat kami mengobrol akrab satu sama lain. Walaupun di awal training, saya dan rekan saya sempat terkadang bingung menghadapi mereka, entah kenapa saya merasa optimis dengan mereka. Saya percaya mereka memiliki potensi yang baik dengan cara belajar mereka masing-masing. Seneng juga rasanya saat mereka mulai mau berbagi tentang banyak hal dengan saya dan rekan saya. Ternyata begini yang rasanya menjadi seoran gpengajar. Ada ikatan batin yang secara tidak langsung muncul dengan kuat diantara sang pengejar dengan sang murid, dimana ada tanggung jawab yang besar bagi seorang pengajar kepada muridnya untuk menyampaikan materi dan membuat para murid mengerti, sehingga mereka bisa menjadi seperti yang kita harapkan dengan kemampuan dan pengalaman yang baru, dan juga, di sisi lain, ditambah dengan behaviour yang OK. Ada ketakutan yang tidak kecil saat membayangkan mereka jika sudah turun ke ruang produksi dengan suasana yang tentu berbeda saat training in class. Tapi sekali lagi, saya masih sangat optimis dengan mereka. Mereka pasti bisa :) Bener-bener suatu tantangan yang besar dalam membuat suatu metode belajar yang cocok dan mudah diterima untuk semua tipe murid. Setiap sore abis bel, ada suatu kelegaan karena training hari itu sudah selesai, tapi gak lama kemudian kembali terbayang tentang persiapan untuk esok hari, seakan-akan kami sedang mempersiapkan acara seminar setiap harinya. Tidak hanya mempersiapkan materi training, tapi juga hal-hal teknis yang lain.

Dan akhirnya, terlepas dari segala kebahagiaan dan kesulitan yang melanda, over all saya bersyukur diberikan kesempatan untuk merasakan pengalaman ini. Apakah ini pertanda?? Saya juga tidak tahu :)


Purwakarta, 24 November 2010 (23.00 WIB)

Komentar

suhe mengatakan…
sesulit apapun ilmu tak mustahil jika di pelajari. namun yang namanya pengalaman hnya diperoleh dengan dijalani.
itulah kenapa tidak ada sekolah untuk sebuah pengalaman. dan tak ada pengalaman tanpa kesempatan dan kesiapan.:D
selamat atas pengalamanya, mbak ;D

Postingan Populer