Si Kancil dan Putri Buruk Rupa

Putri Teresia sedang sedih. Dia keluar dari kerajaan untuk melepaskan rasa sedihnya. Dia berjalan di sekitar jalan setapak yang sepi, tanpa arah yang jelas mau kemana. Karena lelah berjalan, akhirnya Putri Teresia beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Baru lima menit Putri Teresia duduk di bawah pohon tersebut, datanglah seekor kancil berjalan ke arahnya. Putri Teresia yang sedang melamun setengah kaget melihat kedatangan kancil tersebut. Sang putri menyambut kancil yang menghampirinya itu. Putri Teresia mengelus kancil tersebut, lalu setelah kancil tersebut merasa nyaman dan aman berada dekat sang putri, kancil tersebut duduk di sebelah Putri Teresia. Seperti melihat seorang teman baru, Putri Teresia yang sedang dirundung kegalauan menceritakan apa yang membuatnya sedih di hari itu kepada sang kancil. 

"Hai kancil, tahukah kamu betapa sedihnya aku? Aku ini putri dari seorang raja yang kaya raya di negeri ini, tapi aku tak bahagia. Wajahku tak secantik dua saudara perempuanku. Mereka berdua memiliki wajah yang putih dan cantik, tinggi dan berat badan yang ideal, juga rambut hitam panjang dan lurus yang indah. Sedangkan aku, hanya wanita kecil berkulit hitam dan berambut keriting. Aku tidak suka cara mereka mencemoohku. Mereka bilang aku ini anak pungut, hanya karena penampilan fisikku tidak seperti mereka, bahkan juga tidak mirip dengan ibuku yang cantik jelita."

Putri Teresia kembali mengelus-elus sang kancil sambil terlihat menerawang, meratapi kesedihannya, kemudian melanjutkan ceritanya. Sang kancil pun terlihat dengan setia mendengarkan curahan hati sang putri.

"Hal yang paling membuatku sedih adalah di usiaku kini, saat aku seharusnya menikah, tak ada satu pun pangeran di negeri ini yang mau menikahiku. Tidak seperti dua saudara perempuanku yang cantik-cantik itu."

Sang putri masih sedih, namun rasa kesepiannya sedikit terobati dengan datangnya sang kancil yang seolah selalu siap mendengarkan segala keluh kesahnya. Putri Teresia akhirnya membawa sang kancil ke istana untuk dipelihara, setidaknya untuk mengalihkan pikirannya dari segala cercaan dua saudara perempuannya.  Putri Teresia memberi nama kancil itu Bogi.

Hari demi hari, minggu demi minggu Putri Teresia merawat Bogi dengan penuh kasih sayang. Bogi pun sangat bahagia dirawat oleh majikan seperti Putri Teresia. Walaupun wajahnya tak secantik dua saudara perempuannya yang lain, tapi Putri Teresia memiliki hati yang cantik jelita. Sejak kehadiran Bogi ke kehidupannya, Putri Teresia tidak lagi bersedih memikirkan pangeran yang tak kunjung datang. Dia percaya bahwa semuanya akan indah pada waktunya dan untuk saat ini ia sungguh sudah bersyukur dengan apapun yang ia punya. Ia sudah cukup bahagia. 

Hal yang sama juga terjadi pada Bogi. Bogi hidup bahagia setelah dirawat oleh Putri Teresia. Namun, pada suatu hari Bogi menghilang. Bogi tidak berada di rumah kecilnya lagi. Melihat kenyataan tersebut, Putri Teresia bersedih kembali. Teman berbaginya itu hilang entah kemana. Putri Teresia mengkhawatirkan Bogi? Apakah Bogi marah padanya? Ataukah diculik? Atau malah mati? Putri Teresia panik. Dia menyuruh beberapa pegawai istana untuk mencarinya.

Dua pekan kemudian Bogi kembali datang ke istana tempat Putri Teresia tinggal. Putri Teresia bahagia sekali. Bogi ternyata datang tidak sendiri. Bogi bersama seorang pangeran dari negeri seberang yang terkenal sebagai penyayang binatang. Pangeran itu bernama Rodio.

"Kamukah yang bernama Putri Teresia itu?" tanya Pangeran Rodio pada Putri Teresia.

"Iya, aku Teresia. Bagaimana kamu bisa tahu namaku? Dan dimana kamu menemukan Bogiku ini?" Putri Teresia menjawab, kemudian balik bertanya. Kepalanya penuh rasa penasaran.

"Aku Rodio, dari negeri seberang. Bogi ini sebenarnya salah satu hewan dari istanaku, yang sengaja aku tugaskan untuk mencarikan seorang putri untuk aku nikahi. Aku ingin memiliki pasangan hidup seorang putri yang memiliki sifat penyayang pada binatang karena akupun sangat menyayangi binatang. Di istana tempatku tinggal aku memiliki kebun binatang yang luas untuk hewan-hewan kesayanganku. Sebagian besar adalah hewan-hewan yang hampir punah dan sering dijadikan binatang buruan. Dan Bogi membawaku kesini, untuk bertemu denganmu. Aku rasa aku sudah menemukan seseorang yang tepat. Bukan begitu Bogi?" sang pangeran tersenyum, lalu memandang Bogi.

Bogi terlihat bahagia dan puas melihat majikannya pun bahagia. Putri Teresia pun di dalam hatinya merasa bahagia.

"Jadi, maksudnya..., " belum sampai Putri Teresia menyelesaikan kalimatnya yang terbata-bata, Pangeran Rodio kembali berbicara.

"Iya, jadi maukah Putri menjadi teman hidupku?" Pangeran Rodio berlutut di hadapan sang putri.

"Kamu yakin, Rodio? Aku ini kan tidak seperti putri-putri lain. Aku ini kecil, hitam, dan rambutku keriting," kata putri menguji keyakinan sang pangeran.

"Aku yakin sekali Teresia. Aku tidak peduli dengan apa yang kamu sebutkan tadi. Yang penting hatimu cantik dan kamu penyayang binatang. Kamu sudah buktikan itu pada saat merawat Bogi selama ini. Jadi, kamu pasti mau kan jadi pasanganku?" Pangeran Rodio kembali bertanya. Agaknya sang pangeran ini terlalu percaya diri. Lihat saja dari kalimat tanyanya.

"Iya. Tentu saja aku mau," Putri Teresia menjawab dan tersenyum, kemudian dia berbincang dengan hatinya. Andai saja waktu itu aku tidak berlindung di bawah pohon dan bertemu Bogi, mungkin akhirnya tidak akan seperti ini. Semua memang akan indah pada waktunya. Terima kasih Bogi.


Ditulis untuk Proyek Menulis #7HariMendongeng
Tema hari keempat : Kancil     

Komentar

Postingan Populer