Kumar dan Raja Bagmati (#7HariMendongeng)
Suatu hari di sebuah daerah bermana Narayan hiduplah seorang raja yang terkenal sangat bijaksana. Raja itu bernama Bagmati. Walaupun hidupnya serba berkecukupan, dia tidak pernah membeda-bedakan rakyatnya berdasarkan taraf hidup. Baik bangsawan maupun rakyat jelata diperlakukan sama. Raja tersebut sangat menjunjung tinggi hukum yang telah ditetapkan. Terkenal karena kebijakannya dan sifat heroiknya saat mengalahkan serangan kerajaan tetangga, rakyat Narayan menobatkan raja itu untuk menjadi raja seumur hidup.
Ada satu kebiasaan khusus yang selalu dilakukan Raja Bagmati setiap harinya, yaitu keluar dari wilayah istana dan berkeliling berjalan kaki di sekitar desa untuk melihat kondisi asli daerah yang dipimpinnya. Jalanan di sekitar Desa Narayan yang tidak bagus, membuat sang raja harus berjalan berhati-hati. Jalanan tidak hanya berbatu, tapi juga menanjak dan menurun. Jika musim penghujan tiba, jalanan akan semakin parah karena tanah basah yang sangat licin.
Sang raja pernah beberapa kali terpeleset dan terjatuh saat melewati jalan menurun di desa tersebut. Untungnya apa yang dialami sang raja tak membuatnya jera untuk tetap melaksanakan kebiasaannya keliling desa. Justru dari kebiasaan itulah sang raja mengetahui realitas yang terjadi di daerah yang dipimpinnya. Bahkan, karena sudah seringnya sang raja melewati jalan menantang tersebut, sang raja justru menantikan saat-saat melewati jalan tersebut dan kebiasaannya tidak hanya berkeliling desa, tapi juga menyusun siasat bagaimana supaya bisa melewati tantangan tersebut.
Berhari-hari dia lakukan kebiasaannya itu dengan langkahnya yang sudah lihai dalam melewati tantangan jalanan desa di daerah kekuasaannya itu. Suatu hari sang raja heran dengan adanya batu-batuan yang ada di jalanan tanah basah yang selama ini menjadi track paling menantang. Batu-batuan ceper itu tersusun rapi seolah menjadi jalan setapak untuk pejalan kaki supaya tidak terpeleset. Sang raja yang sudah terbiasa dengan kondisi jalan yang sebelumnya penasaran dengan keberadaan batu-batu tersebut.
Keesokan harinya sang raja sengaja menuju jalan menantang itu lebih pagi. Lalu dilihatnyalah seorang anak kecil laki-laki yang sedang merapikan posisi bebatuan ceper supaya kembali seperti sedia kala dan bisa menjadi tempat pijakan di atas jalan tanah yang becek.
"Hai, anak kecil, siapa namamu?" tanya sang raja sambil mendekati si anak kecil yang sedang serius dengan apa yang dikerjakannya.
Sang anak kecil terkejut, lalu berdiri menjauh dari posisi sang raja, tertunduk, "Nama saya Kumar, Raja. Maaf raja, maafkan saya. Jangan hukum saya." Anak kecil tersebut panik, dan masih tertunduk.
"Kenapa kamu minta maaf? Sebenarnya apa yang kamu lakukan dengan batu-batu itu?" sang raja keheranan dengan sikap sang anak kecil.
"Maafkan saya Raja. Saya cuma ingin Raja tidak terpeleset saat melewati jalan ini. Jadi, saya meletakkan bebatuan ini di sekitar sini, sebagai pijakan supaya tidak licin, tapi ternyata saya terlambat, raja sudah sampai disini sebelum saya selesai merapikannya. Maafkan saya Raja," kembali anak tersebut meminta maaf.
"Kumar, sebenarnya tanpa bebatuan itupun aku akan tetap melewati jalan yang menantang ini, tetapi terima kasih atas ketulusanmu yang luar biasa ini."
"Ibu bilang Raja Bagmati adalah pahlawan bagi desa kami. Raja adalah orang yang bisa menolong penduduk desa kami sehingga kami masih bisa tinggal disini. Ibu bilang, kami harus berterima kasih pada Raja, tapi karena kami hanyalah rakyat jelata, yang bisa kami berikan hanya bantuan seperti ini," Kumar berkata dengan polos.
"Aku bukanlah siapa-siapa tanpa bantuan pasukan yang ikut berperang pada saat itu. Justru kaulah pahlawan sesungguhnya, Kumar. Engkau pahlawan cilik dari Narayan."
Ada satu kebiasaan khusus yang selalu dilakukan Raja Bagmati setiap harinya, yaitu keluar dari wilayah istana dan berkeliling berjalan kaki di sekitar desa untuk melihat kondisi asli daerah yang dipimpinnya. Jalanan di sekitar Desa Narayan yang tidak bagus, membuat sang raja harus berjalan berhati-hati. Jalanan tidak hanya berbatu, tapi juga menanjak dan menurun. Jika musim penghujan tiba, jalanan akan semakin parah karena tanah basah yang sangat licin.
Sang raja pernah beberapa kali terpeleset dan terjatuh saat melewati jalan menurun di desa tersebut. Untungnya apa yang dialami sang raja tak membuatnya jera untuk tetap melaksanakan kebiasaannya keliling desa. Justru dari kebiasaan itulah sang raja mengetahui realitas yang terjadi di daerah yang dipimpinnya. Bahkan, karena sudah seringnya sang raja melewati jalan menantang tersebut, sang raja justru menantikan saat-saat melewati jalan tersebut dan kebiasaannya tidak hanya berkeliling desa, tapi juga menyusun siasat bagaimana supaya bisa melewati tantangan tersebut.
Berhari-hari dia lakukan kebiasaannya itu dengan langkahnya yang sudah lihai dalam melewati tantangan jalanan desa di daerah kekuasaannya itu. Suatu hari sang raja heran dengan adanya batu-batuan yang ada di jalanan tanah basah yang selama ini menjadi track paling menantang. Batu-batuan ceper itu tersusun rapi seolah menjadi jalan setapak untuk pejalan kaki supaya tidak terpeleset. Sang raja yang sudah terbiasa dengan kondisi jalan yang sebelumnya penasaran dengan keberadaan batu-batu tersebut.
Keesokan harinya sang raja sengaja menuju jalan menantang itu lebih pagi. Lalu dilihatnyalah seorang anak kecil laki-laki yang sedang merapikan posisi bebatuan ceper supaya kembali seperti sedia kala dan bisa menjadi tempat pijakan di atas jalan tanah yang becek.
"Hai, anak kecil, siapa namamu?" tanya sang raja sambil mendekati si anak kecil yang sedang serius dengan apa yang dikerjakannya.
Sang anak kecil terkejut, lalu berdiri menjauh dari posisi sang raja, tertunduk, "Nama saya Kumar, Raja. Maaf raja, maafkan saya. Jangan hukum saya." Anak kecil tersebut panik, dan masih tertunduk.
"Kenapa kamu minta maaf? Sebenarnya apa yang kamu lakukan dengan batu-batu itu?" sang raja keheranan dengan sikap sang anak kecil.
"Maafkan saya Raja. Saya cuma ingin Raja tidak terpeleset saat melewati jalan ini. Jadi, saya meletakkan bebatuan ini di sekitar sini, sebagai pijakan supaya tidak licin, tapi ternyata saya terlambat, raja sudah sampai disini sebelum saya selesai merapikannya. Maafkan saya Raja," kembali anak tersebut meminta maaf.
"Kumar, sebenarnya tanpa bebatuan itupun aku akan tetap melewati jalan yang menantang ini, tetapi terima kasih atas ketulusanmu yang luar biasa ini."
"Ibu bilang Raja Bagmati adalah pahlawan bagi desa kami. Raja adalah orang yang bisa menolong penduduk desa kami sehingga kami masih bisa tinggal disini. Ibu bilang, kami harus berterima kasih pada Raja, tapi karena kami hanyalah rakyat jelata, yang bisa kami berikan hanya bantuan seperti ini," Kumar berkata dengan polos.
"Aku bukanlah siapa-siapa tanpa bantuan pasukan yang ikut berperang pada saat itu. Justru kaulah pahlawan sesungguhnya, Kumar. Engkau pahlawan cilik dari Narayan."
Komentar
Tulisan yang menarik Mbak. ;)
Dongeng yang bagus. Suka :D