The Way I Choose What I Want To Choose
Teringat obrolan
dengan seorang teman yang pernah saya tawari untuk menjadi penulis biografi
saya. Iseng-iseng yang ditanggapi dengan serius rupanya. Terlepas dari sudah
sejauh mana biografi itu dibuat, ada beberapa hal yang menarik saat membahas
tentang biografi ini dengan teman saya itu. Teman saya itu bilang, dalam
menulis biografi ada dua hal penting yang harus kita tentukan sebelum
mengeksplornya sebagai suatu tulisan biografi perjalanan hidup seseorang. Yang
pertama adalah timeline. Timeline
menunjukkan draft singkat mengenai apa yang orang tersebut lakukan dari masa ke
masa. Misalnya, tahun 2001-2004 saya menjadi siswa SMA, tahun 2004-2008 saya
menjadi mahasiswa S1, dan seterusnya, termasuk juga di dalamnya
kejadian-kejadian besar yang terjadi. Misalnya, tahun 2008 saya menjalani
sidang sarjana dan wisuda S-1. Yang kedua setelah timeline adalah hal apa yang akan ditikberatkan dalam biografi
tersebut. Untuk seorang pemusik, mungkin biografinya akan
dititikberatkan pada karier bermusiknya, untuk seorang penulis pada karier
menulisnya, dan sebagainya. Lalu bagaimana dengan saya? Nah, hal inilah yang mengusik dan menyadarkan saya tentang apa
yang menjadi ciri khas hidup saya. Saya bukanlah seorang penulis, pemusik,
pengajar, atau profesi lain yang kelak akan menjadi titik berat dalam
perjalanan hidupnya. Bahkan saat ditanya apa yang akan dijadikan titik berat
dalam biografi sayapun saya belum bisa menjawab. Tapi pertanyaan ini
menyadarkan saya bahwa ternyata saya belum bisa mendeskripsikan hidup saya yang
sudah masuk seperempat abad ini. Teman sayalah yang mengusulkan suatu tema sebagai
titik berat dalam biografi saya, yaitu tentang menentukan
pilihan. Agak absurd memang kedengarannya, karena titik berat yang
dipilih bukanlah berupa profesi atau hal lain yang biasanya dipilih, melainkan
suatu hal sepele yang mungkin semua orang rasakan, tapi justru menjadi sesuatu
yang besar dalan hidup saya.
Keberlanjutan
penulisan biografi terhenti lantaran saya memutuskan untuk menulis sendiri
biografi saya. Bukan karena saya introvert dan tidak mau membaginya dengan
orang lain untuk menjadi penulis, tapi lebih karena saya ingin cerita tentang
hidup saya dibuat sebisa mungkin dengan versi saya sendiri, yang menjalani
kehidupan itu. Dan jujur, sampai sekarang saya belum memulainya, hanya saja ide
tentang tema "menentukan
pilihan" itu yang sering mengusik pikiran saya. Sepertinya memang benar,
sejak kecil banyak pilihan-pilihan yang saya jalani dalam kehidupan saya adalah
pengaruh atau bahkan keinginan orang lain. Banyak pilihan-pilihan yang saya
jalani saya pilih karena saya semata-mata ingin membahagiakan orang-orang
terdekat saya tanpa saya sadari apakah saya benar-benar menginginkan pilihan
tersebut. Sampai akhirnya saat saya sudah merasa mulai berani menentukan
pilihan saya sendiri, kembali saya terbentur dengan penolakan-penolakan dari
orang terdekat. Pergumulan batin yang teramat sangat itu pernah terjadi di awal
tahun 2012 ini, yaitu saat saya memberitahukan kepada orang tua saya mengenai
suatu kegiatan yang ingin saya ikuti. Bukan hal yang mudah untuk memutuskan
bahwa saya benar-benar ingin mengikuti kegiatan tersebut sampai akhirnya saya
mendaftarkan diri, sampai suatu saat saya menceritakan kepada orang tua saya
yang ditanggapi dengan penolakan mentah-mentah. Jujur, yang saya rasakan saat
itu adalah kecewa yang teramat sangat. Yang terpikirkan oleh saya saat itu
adalah "mengapa bahkan di usia saya yang sudah menginjak seperempat abad
ini saya bahkan tidak bisa menentukan sendiri apa yang sebenarnya ingin saya
pilih".
Yang menjadi
pertanyaan saya sekarang adalah apakah memang saya yang terlalu keras kepala
dengan keinginan saya atau memang saya yang harus berusaha keras dengan
keinginan saya? Yang saya tahu saya hanya punya kesempatan untuk hidup satu
kali saja dan saya ingin hidup saya luar biasa. Saya ingin menjadi orang yang
berkontribusi dan saya ingin menginspirasi. Saya sendiri merasa tidak ada
masalah jika dibilang keras kepala, toh keras kepala itu relatif, selama kita
masih ada di jalan yang benar dan tantangannya adalah bagaimana kita bisa
bertahan dan membuktikan bahwa jalan yang kita pilih itu benar, sehingga
orang-orang yang menolak justru berubah menjadi mendukung.
Sepanjang hidup
saya, pilihan-pilihan saya banyak dipengaruhi oleh orang tua saya. Bukan karena
saya takut menentukan pilihan, tapi hanya karena saya ingin membuat mereka
bahagia. Mereka ingin saya bahagia, begitupun sebaliknya. Hanya saja terkadang
jalan dan sudut pandang kita berbeda. The challenge is to make a win-win
solution. Saya melakukan adjustment terhadap pilihan-pilihan saya, pun dengan
mereka, mencoba memposisikan diri sebagai saya. Itu yang biasanya kami lakukan.
Tidak ada rumus baku dalam hal ini, hanya rasa yang bisa menjawabnya.
Dan inilah saya
sekarang, sama dengan manusia-manusia lainnya, yang setiap harinya dihadapkan
pada pilihan-pilihan, baik skala kecil maupun besar, baik yang berpengaruh
jangka pendek maupun jangka panjang. Pilihan-pilihan yang harus ditentukan
dengan atau tanpa berpikir terlebih dahulu. Hidup ini memang tentang memilih
dan bagaimana kita menjalani pilihan itu. Kembali teringat kalimat dari seorang
dosen saya bahwa setelah memutuskan suatu pilihan jangan pernah menengok
kembali ke belakang, tapi teruslah melangkah dan nikmatilah pilihan itu karena
pada dasarnya setiap pilihan itu memiliki kebaikan di dalamnya. It's just about
the way you enjoy what you've chosen.
Last but not least,
terima kasih kepada semua orang yang telah menginspirasi saya. Terima kasih
karena telah membantu saya menentukan pilihan-pilihan dalam hidup saya.
Komentar