More Than Words

Ah, kenapa lagu jadul ini sih yang diputar radio langganan gue? pikirku kesal dalam hati.

Aku sedang terjebak di kemacetan jalanan Jakarta, sepulang dari kantorku di daerah Jalan Kuningan. Lagu More Than Words - nya Extreme ini memang jadi kenangan yang menyenangkan sekaligus menyebalkan buatku karena lagu ini mengingatkan aku pada saat zaman-zaman SMA waktu aku pertama kali mengagumi seseorang. Ya ampun, rasanya aku benci pada diriku sendiri jika aku mengingat kebodohanku saat itu. Entah apa yang membuatku mengagumi sosok biasa nan tidak ada ganteng-gantengnya itu. Ya, dia biasa sih, namanya juga pasaran, tapi entah kenapa, dia begitu menarik. Oya, nama pasaran yang aku maksud adalah Rino. Pasaran kan? Kalau tidak percaya, coba lihat di yellow pages, pasti banyak sekali orang yang bernama Rino. Ya, walaupun mungkin tidak sebanyak nama Budi atau Agus. Well, anyway, mari kembali ke bahasan tentang Rino. Rino ini tampangnya biasa saja, bukan kelompok anak populer yang banyak penggemarnya di sekolah, dan cenderung cuek. Rino cinta dengan dunia seni, mulai dari seni rupa sampai seni musik. Sepulang sekolah Rino lebih sering menghabiskan waktu di Sanggar Seni, sebuah ekskul di SMA-ku dulu. Dia biasanya melukis atau berkutat dengan gitar klasiknya. Rino ini satu tahun lebih senior daripada aku. You know what, saking nge-fans-nya aku sama Rino ini, aku sampai rela mendaftarkan diri jadi anggota Sanggar Seni walaupun aku sama sekali tidak punya jiwa seni. Untungnya waktu kecil aku pernah beberapa saat dipaksa untuk les piano oleh Papa, jadi sedikit banyak aku mengenal not balok. Kadang tema not balok ini menjadi salah satu hal yang bisa menjembatani komunikasi aku dan Rino. Ah, betapa konyolnya.

Petikan gitar lagu More Than Words sekali lagi mengingatkanku akan Rino. Selama masa SMA aku mengaguminya tanpa bisa memilikinya. Rino beberapa kali dekat dengan seorang wanita, tapi setahuku dia belum pernah secara resmi jadian dengan siapapun. Entah apa yang ada di pikirannya. Padahal petikan gitar dan suaranya yang cukup lumayan bisa meluluhkan hati banyak teman perempuannya. Tapi, ya itulah Rino. Bahkan menurutku dia lebih mencintai gitar dan lukisan-lukisannya daripada wanita.   

Selama aku larut dengan lamunanku, jalanan Jakarta tak kunjung bersahabat denganku. Karena terlalu lelah, aku memutuskan untuk menepi dan mencari makanan ringan untuk mengganjal kekosongan perutku yang belum diisi dari tadi pagi gara-gara rapat seharian yang sangat menjemukan itu. Mampirlah aku di sebuah kedai kopi dan kue yang sudah cukup sering aku datangi. Aku langsung memesan kopi dan kue langgananku tanpa melihat lagi ke buku menu. Aku merasa pasangan kopi dan kue langgananku itu sebagai obat anti-stres setelah berjibaku dengan pekerjaan dan macetnya ibukota.

"Saying I love you, is not the words I want to hear from you,"

Oh, no. Kenapa lagu ini lagi? tanyaku dalam hati.

Aku baru sadar ternyata sedang ada live music di kedai ini. Pandanganku langsung mengarah ke panggung dimana sang gitaris sekaligus vokalis sedang menyanyikan lagu menyebalkan sekaligus menyenangkan itu. Dengan gaya nyentriknya, sang vokalis akhirnya menyudahi lagu itu dengan sempurna. 

Sang vokalis kemudian membuka kacamata hitamnya dan mengucapkan sebuah kalimat, "Lagu ini saya persembahkan untuk seorang wanita berbaju merah yang duduk di sudut sebelah kanan saya yang sudah saya kagumi dari sejak saya SMA. Nama dia adalah Tiara. Tia, mungkin lo udah lupa sama gue, tapi gue nggak mungkin lupa sama lo. I am your secret admirer."

Oh my God, he is Rino!!




Komentar

Postingan Populer