Makna Seorang Guru
Guru.
Sebuah profesi yang sangat diinginkan oleh kedua orang tuaku dijalani oleh salah satu atau bahkan kedua anaknya. Alasannya sederhana, karena anak-anak mereka keduanya adalah perempuan, dan profesi guru adalah cenderung bukan profesi yang bekerja nine to five seperti pekerja kantoran pada umumnya. Walaupun gaji guru terkenal tidak terlalu besar, tapi bagi seorang perempuan profesi guru adalah profesi yang cukup ideal, terutama dari segi waktu yang digunakan per harinya. Di sisi lain, dengan menjadi seorang guru ilmu yang kita pelajari akan kita ingat lebih kuat.
Ya, itu mimpi kedua orang tuaku saat aku dan kakakku sedang menuntut ilmu di dunia perkuliahan. Waktu itu tidak ada keinginan sama sekali untuk mengikuti keinginan kedua orang tuaku itu sampai akhirnya keinginan itu muncul dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Tahun 2010 adalah tahun pertama aku merasakan bekerja full time dan mendapatkan pendapatan sendiri. Saat itu aku menjadi karyawan sebuah perusahaan swasta. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba keinginan untuk menjadi seorang guru muncul. Mungkin karena kebetulan aku sudah menyelesaikan pendidikan Masterku langsung setelah Sarjana. Talk about my Master Degree, sebenarnya tidak pernah ada keinginan atau pikiran bahwa setelah lulus Sarjana aku akan langsung melanjutkan kuliah ke jenjang Magister. Ini terjadi gara-gara Program Honours yang aku ikuti sejak tingkat 3. Itupun terjadi karena nilai akademisku masuk kriteria di batas bawah. Nyaris. Memang program ini tidak dipaksakan untuk diambil, tapi yang kupikir waktu itu 'kalau ada kesempatan, kenapa tidak diambil?', tanpa berpikir panjang apakah ini akan mendukung masa depanku kelak. Jaman kuliah, jaman masih banyak maunya, jaman penasaran mencoba banyak hal. Well anyway, back to keinginan untuk jadi guru, di perusahaan pertama tempat aku bekerja itu justru mimpiku menjadi seorang pengajar terwujud secara tidak sengaja. Saat itu aku dan seorang partner kerja yang seorang engineer mendapat proyek untuk menjadi trainer. Walaupun apa yang diajarkan bukanlah ilmu yang aku pelajari selama sekolah dan kuliah, tapi pengalaman mengajar itu aku dapatkan selama menjadi trainer tersebut. Bagiku, menjadi pengajar itu:
1. Harus lebih dulu belajar sebelum mengajar.
2. Tidak perlu merasa paling tahu kalau memang tidak tahu. Ada kalanya murid memang lebih pintar dari guru.
3. Adalah saat yang bahagia menjadi pengajar yang juga bisa menjadi sahabat bagi sang murid.
4. Ada kalanya marah itu perlu, tapi apresiasi juga penting.
Saat setelah 5 bulan menjadi trainer, aku merasakan hal yang beda setiap berada di kantor. Bukan merasa sebagai karyawan sebuah perusahaan swasta, tapi lebih seperti perasaan seorang guru yang akan mengajar di sebuah ruangan kelas dan bertemu dengan murid-muridnya. Sampai pada momen di hari terakhir aku bekerja di perusahaan tersebut, mereka (murid-muridku) adalah salah satu hal yang paling berat untuk aku tinggalkan, selain tentunya teman-teman terdekat yang selalu menemani masa-masa selepas pulang kantor.
Farewell, 25 March 2011 |
Masa-masa menjadi trainer adalah masa-masa cukup berat selama 14 bulan aku bekerja di perusahaan itu. Aku dan sang partner mengajar bukan cuma harus memikirkan materi dan metoda training, tapi juga sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Bekerja di shift 2 dan shift 3 pun pernah dialami. Capek, tapi semua terbayar. Kalau ditanya masa-masa paling indah selama 14 bulan tersebut, jawabanku adalah 5 bulan terakhir saat menjadi trainer.
Sekarang, keinginan menjadi pengajar itu masih tetap ada, tapi sekarang makna menjadi seorang guru bagiku menjadi lebih luas. Menjadi guru tidak perlu harus di bangku sekolah atau kuliah, tapi bisa dimanapun.
Last but not least, tulisan ini saya buat dalam rangka Hari Guru, 25 November.
Selamat Hari Guru untuk semua guru di seluruh Indonesia :)
Komentar